Bandung, berebeja.com – Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung akan menyiapkan ruang perawatan jiwa khusus untuk para calon anggota legislatif yang menderita gangguan jiwa akibat gagal dalam Pemilu 2024 mendatang.
Direktur Medik dan Keperawatan RSHS Iwan Abdul Rachman menyatakan layanan kesehatan jiwa di RSHS sedang mempersiapkan ruang rawat inap yang akan dibuka pada Januari 2024, meskipun sebelumnya RSHS hanya menyediakan layanan telekonsultasi dan rawat jalan untuk pasien jiwa.
“Kami menyiapkan mulai Januari 2024, khusus perawatan jiwa. Hingga saat ini layanan yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa adalah rawat jalan. Kami masih bekerja sama untuk layanan rawat inap pasien gangguan jiwa dengan rumah sakit lainnya,” kata Iwan, Rabu.
Iwan berharap pada pemilu Februari 2024, ruang rawat inap khusus kejiwaan yang berkapasitas 20 orang tersebut dapat dimanfaatkan secara efisien untuk merawat para caleg yang mengalami gangguan kejiwaan.
Menurut Iwan, penyakit kejiwaan dapat menyebabkan gangguan fisik, seperti gejala penyakit lambung dan bagian tubuh lainnya. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan jiwa harus dikoordinasikan dengan dokter spesialis lainnya.
“Kami berupaya ada ruang rawat khusus, bagi pasien yang dikhawatirkan mencederai diri sendiri dan lingkungan sekitar. Kami masih siapkan, semoga Januari bisa digunakan,” lanjutnya.
Dokter Spesialis Jiwa RSHS Santi Andayani menjelaskan ciri-ciri orang yang mengalami gangguan jiwa, yang bisa saja dialami oleh para caleg yang tidak terpilih. Seperti mudah marah atau mengamuk.
“Ada juga yang tidak selalu menunjukkan gangguan jiwa seperti marah-marah atau mengamuk, yaitu sulit tidur, mulas, dan tidak enak badan,” lanjut Santi.
Santi mengatakan, jika calon pasien malu untuk melakukan terapi rawat jalan, mereka dapat menggunakan jalur telekonsultasi melalui ponsel, di mana wawancara dan asesmen juga dapat dilakukan.
Menurut Santi, salah satu penyebab caleg mengalami gangguan mental adalah kurangnya persiapan menghadapi dampak kekalahan, mereka tidak memperhitungkan risiko kegagalan. Tidak hanya persiapan fisik, tapi juga mental yang diperlukan, Padahal, Santi percaya bahwa siapa pun yang berpartisipasi dalam sebuah pertarungan atau kompetisi harus siap untuk kalah atau gagal.**
Sumber: ANTARA