Serangkaian bulan yang mengiringi bulan Ramadan selain Rajab adalah bulan Sya’ban di mana bulan tersebut secara gamblang dijelaskan dengan mendalam tentang keagungan dan keutamannya oleh para ulama-ulama terdahulu. Salah satunya adalah penulis kitab Duratun Nasihin (Mutiara Para Penasihat) Syaikh Utsman Al-Khaubawy (w.1824 M), di dalam kitabnya ia menulis bab khusus tentang keutamaan bulan Sya’ban.
Al-Khaubawi memotret ritual orang-orang shaleh pada zaman dahulu yang melakukan amal ibadah kepada Allah dan menghidupkan malam pertengahan Sya’ban dengan ibadah, ia menerangkan tentang keutamaannya, lalu memuat nasihat-nasihat bijak, baik kutipan dari hadits maupun nasihat dari para ulama ahli hikmah terdahulu tentang anjuran berbuat baik pada bulan Sya’ban.
Oleh karenanya menurut Al-Khaubawi mengutip perkataan Mua’dz bin Yahya: “Dalam kata Sya’ban itu terdapat lima huruf yang memiliki makna, dengan setiap hurufnya memilki makna yang akan diberikan kepada orang-orang yang beriman dengan suatu anugerah. Makna (syin) misalnya akan diberi syafaat. Makna (‘ain) akan diberi ‘izzah (kekuatan) dan karamat (kemuliaan). Makna (ba) akan diberi birr (kebaikan). Dengan (alif) akan diberi ulfah (kelemah-lembutan). Dan makna huruf (nun) akan diberi nur (cahaya).”
“Bulan Rajab untuk mensucikan jasad, sedang bulan Sya’ban untuk mensucikan hati, dan bulan Ramadan untuk mensucikan ruhani. Maka orang yang mensucikan jasadnya di bulan Rajab tentu dia akan mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, dan barangsiapa mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban tentu akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan.”
“Maka, kalau dia tidak mensucikan badannya pada bulan Rajab dan tidak mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, mustahil dia akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan. Seorang ahli Hikmah berkata : Sesungguhnya bulan Rajab untuk memohon ampunan dari segala dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dari segala cacat, dan bulan Ramadan untuk memberi penerangan hati, sedangkan malam Qadar untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah”. Al-Khaubawi mengutipnya dari kitab Zubdatul Wa’izhin (Duratun Nashihin: 218-219. Darul Ihya Al-Arabi).
Masih tulis Al-Khabawi menyebut bahwasannya Nabi SAW bersabda “Barangsiapa mengagungkan bulan Sya’ban, bertakwa kepada Allah, dan beramal dengan perbuatan taat kepada-Nya, serta menahan diri dari berbuat maksiat, maka Allah Taala akan mengampuni dosa-dosanya, dan menyelamatkannya dari semua marabahaya dan penyakit yang terjadi pada tahun itu.” katanya, dikutip dari kitab Zubdatul Wa’izhin. (Duratun Nashihin : 219. Daral Iyha al-Arab).
Bahkan selain itu beliau pun mengutip hadits anjuran berpuasa sunnah pada bulan Sya’ban : “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada permulaan bulan Syaban, tiga hari pada pertengahannya, dan tiga hari pada akhirnya, maka Allah akan mencatatkan baginya pahala tujuh puluh orang nabi, dan adalah seperti orang yang telah beribadat kepada Allah selama tujuh puluh tahun. Dan seandainya dia mati pada tahun itu, maka dia mati sebagai syahid”. (Duratun Nashihin : 2019).
Kata Istri Rasulullah A’isyah RA berkata : “Tidaklah aku melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihatnya puasa paling banyak melainkan pada bulan Syaban.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim). Fikih Sunnah, Jilid 1 : 317.
Dari Usamah Bin Zaid ia bertanya pada Nabi Muhammad SAW: “Ya Rasulullah, aku tidak melihat baginda melakukan puasa (sunah) paling banyak pada bulan-bulan lain, selain bulan Sya’ban, apa gerangan wahai Rasulullah?” Nabi Muhammad menjawab: “Bulan (Sya’ban) itu adalah yang banyak diabaikan manusia (melakukan ibadah) yaitu di bulan antara Rajab dan Ramadan itu, yang mana pada (Sya’ban) akan diangkatnya semua perbuatan manusia kepada Tuhan semesta alam. Maka aku sangat menyukai amalanku diangkat. Karena itu aku berpuasa.” (HR. Abu Dawud dan Nasai) Fikih Sunnah.Jilid 1: 317).
Bulan Sya’ban memiliki perhatian khusus dalam ajaran agama Islam sedemikian pentingnya bulan itu sampai Rasul pun mengajarkan kita untuk melakukan meperbanyak puasa sunnah. Bahkan selain itu pada pertengahan Sya’ban sudah menjadi tradisi kaum muslimin di Indonesia dan di banyak negara muslim lain sejak dahulu menghidupkan ibadah pada pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban). Meski sebagian ulama berselisih terkait hukum tersebut, akan tetapi kita sudah maklum bahwa perbedaan di antara umat adalah rahmat.
Terkait malam “Nisfu Sya’ban” Imam Al-Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Iman menulis riwayat dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersabda :“Jika malam pertengahan bulan Sya’ban tiba, maka hendaknya kamu menghidupkan (beribadah kepada Allah) pada malamnya dan di siang harinya secara penuh kamu berpuasa, karena pada malam pertengahan Sya’ban Allah berseru kepada hamba-hamba-Nya: “Adakah orang yang mau memohon ampun agar Aku memafkannya. Adakah orang yang memohon rizki agar Aku beri rizkinya? adakah orang yang meminta sesuatu agar aku memberinya? Sepanjang malam itu Allah terus menyeru demikian sampai dengan terbitnya fajar. (Kitab Syu’abul Iman, Jilid 5 : 354).
Maka dengan demikian hadits di atas menujukan dan sangat jelas bawa jika banyak dari kalangan kaum muslimin menghidupkan pertengahan bulan Sya’ban dengan berbagai aspek kegitan ibadah kepada Allah. Karena bulan Sya’ban begitu memiliki keistimewaan bagi Rasullah dan kaum muslimin. Semoga kita mampu memaknai momentum pada bulan Sya’ban ini selain memperbanyak Ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah (Ibadah mahdhah) demikian pula ibadah sosial sesama manusia lain (ibadah ghair mahdhah). Wallahu ‘Alam.
Penulis : H. Suraji Ketua Tanfidz MWC NU Kec.Regol Kota Bandung.