Bandung, berebeja.com – Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat pada Jumat (10/03/2023) pagi waktu Amerika mengalami kebangkrutan. Kolapsnya bank khusus pemberi pinjaman sturup itu, terjadi setelah 48 jam mengalami krisis modal.
Otoritas pengontrol keuangan California akhirnya memutuskan untuk menutup Silicon Valley Bank (SVB) di bawah kendali US Federal Insurance Corporation (FDIC).
Ambruknya SVB di Amerika menjadi warning bagi semua industri perbankan di mana pun untuk meningkatkan pengelolaan manajemen yang baik dalam permodalan neraca,dan untuk lebih memahami bulk material atau silo risiko serta kemampuan monetisasi modal.
Sejumlah analis menyebutkan salah satu penyebab ambruknya SVB adalah dikarenakan buruknya manajemen risiko, khusunya monetisasi aset di masa pandemi. SVB banyak simpanan dari perusahan sturt-up di saat pandemi, akan tetapi kesulitan menyalurkan pinjaman, sehingga terjadi kelebihan liquiditas, pada akhirnya aset tersebut disimpan di Stablecoin Terra USD (UST).
Hal itu disampaikan pakar ekonomi dan perbankan Dr.Ir. Burhanuddin Abdullah, MA dan juga sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era presiden Gus Dur saat dihubungi redaksi lewat gawai Rabu 14/03/2023.
“SVB bangkrut karena persoalan manajemen risiko. Di saat pandemi, SVB banjir deposit dari start-up. Tetapi sulit untuk menyalurkan kredit, sehingga kelebihan likuiditas ditanamkan pada UST,” kata Burhanuddin Abdullah.
Burhanuddin Abdullah menjelaskan, pasca pandemi Bank Sentral Amerika The Fed menaikan suku bunga Bank yang menyebabkan harga UST terjun bebas. Lalu ketika para deposit menarik dana dari Bank spesialis para pengusaha stur-up itu, SVB terpaksa harus menjual UST dengan tidak mendapat keuntungan alias rugi. Akibat kerugian tersebut harga saham SVB di bursa anjlok pada titik terendah 60%, lalu memicu kepanikan bank.
“Setelah pandemi, The Fed menaikkan suku bunga membuat harga UST anjlok. Ketika deposit ditarik, terpaksa harus jual UST dengan rugi besar. Kerugian itulah yang membuat harga saham SVB turun 60%. Yang kemudian mentrigger bank run,r, maka bangkrutlah SVB,” kata Gubernur BI periode 2003-2008 ini menjelaskan dalam keterangan tertulis.
Meski demikian lanjut Burhaddin Abdullah, bahwa Bank sentral Amerika secara cepat dan tepat menyelamatkan dunia perbankan dan ekonomi di Negaranya itu, tidak saja The Fed, demikian juga sekuritas keuangan yang dibentuk pemerintah Amerika seperti United States Treasury Scurities ( US Treasury), juga Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) agen federal independen yang mengasuransikan simpanan di bank AS dan penghematan jika terjadi kegagalan bank juga turun tangan dalam menyelamatkan bank spesialis stur-up itu.
Oleh karena itu menurut Burhanuddin Abdullah, kini sudah terjadi pergerakan yang baik mempengaruhi suatu pergerakan ekonomi dari suatu negara atau kawasan ke negara atau lainnya sudah relatif baik (Contagios Effect) dan pasar di Amerika pun sudah terjaga serta kembali normal.
“FDIC, The Fed, dan US Treasury sudah mengambil langkah cepat dan terukur. Saya kira, contagious effect dan market disturbances sudah relatif terjaga dan situasi di USA sudah kembali normal,” kata politisi senior Partai Gerindra ini.
Akan tetapi Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra ini mengatakan bahwa Bank Sentral Amerika The Fed akan terus fokus menjaga inflasi, Burhanudin Abdulah pun memprediksi kemungkinan pada pekan depan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga bank negara itu.
“Oleh karena itu, menurut saya The Fed akan fokus kembali ke tugas pokok menjaga inflasi. Sangat mungkin The Fed akan kembali menaikkan bunga dalam formc meeting yad minggu depan 21 atau 22 Maret,” imbuh Burhanuddin Abdullah.****