Bandung, berebeja.com – Perempuan merupakan sosok paling rentan terpapar teroris. Kesadaran perempuan yang sudah terpapar atau yang sudah menjadi teroris susah kembali pada kesadaran yang benar dalam kehidupan agama.
“Dibalik suami teroris ada ibu-ibu yang jauh lebih teroris dari suaminya. Ini benar, bu. Bahkan banyak kejadian, teroris yang laki-laki ini sudah mau insyaf, yang melarang suaminya untuk insyaf itu justru istrinya,” ucap Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstrimisme dan Terorisme Mabes Polri, Islah Bahrawi.
Hal itu disampaikan Islah saat menjadi narasumber pada acara Gebyar Ramadan 1444 H yang diselenggarakan PC NU Kota Bandung di Pondok Pesantren Sirnamiskin Sabtu, (15/3/2023).
Islah Bahrawi memaparkan kesimpulan tersebut seperti yang terjadi pada pelaku-pelaku bom yang terjadi, baik pelaku di Surabaya 2018 dan pelaku bom Sibolga 2019, pelaku tersebut adalah perempuan.
“Salah satunya adalah pelaku bom Surabaya. Pelaku bom Surabaya ini satu keluarga; istri, suami, dan anak-anaknya ini menjadi pelaku semua ini, boncengan motor. Istrinya yang bawa bom, suami yang nyetir yang pegang picunya istrinya,” papar Gus Islah, sapaan akrab pria asal Madura yang pernah mengenyam pendidikan di Amerika itu.
Lebih jauh Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) ini menjelaskan kesimpulan tersebut untuk mengingatkan kembali pada kasus-kasus pelaku bom yang lalu seperti kasus bom Sibolga pada 2019, pelaku yang merakit bom tersebut adalah perempuan.
“Salah satu lagi contohnya adalah bom Sibolga. Bom Sibolga ini yang menjadi perakit bom justru perempuan. Istrinya. Kemudian dia meledakkan diri bersama anaknya yang berumur 2 tahun namanya Khotimah. Suaminya sudah ditangkap lebih dulu oleh densus, sementara istrinya itu masih ngelonin bom seberat 200kg (2 kuintal) di sebelah kanan dan yang di sebelah kirinya adalah anaknya yang berumur 2 tahun. Dia meledak bersama rumahnya beserta anak dan istrinya. Kurang lebih sekitar 18 rumah di sekitarnya hancur serta dua buah masjid. Dan yang merakit bom itu si perempuan ini,” jelas Gus Islah.
Demikian pula pada kasus teroris yang terjadi beberapa hari lalu di Lampung, salah satu yang mendorong suaminya itu adalah istrinya untuk membuat senjata.
“Kemaren yang di Lampung ini, salah satu yang mendorong suaminya untuk membuat pabrik senjata adalah istrinya,” ujar Gus Islah.
Gus Islah mengingatkan kembali pada kasus pelaku bom yang terjadi di Astana Anyar Bandung beberapa bulan yang lalu, juga didorong oleh istrinya untuk menjadi teroris dan melakukan bom bunuh diri.
“Salah satu contoh terakhir adalah pelaku bom Astana Anyar kemaren, namanya Agus Muslim. Istrinya jauh lebih radikal dari Agus Muslim. Agus Muslim yang mau insyaf ini dilarang oleh istrinya dan dipaksa menjadi pelaku bom bunuh diri,” ujar Gus Islah.
Oleh karenanya, Gus Islah berpesan bahwa yang menjadi jantung pencegahan masalah radikalis, ektrimisme dan radikalisme di Indonesia adalah pada lingkungan pendidikan keluarga.
“Ibu-ibu itu adalah faktor kunci dari radikalisme dalam salah satu keluarga. Kalau ibu-ibu ini gagal mendidik anak-anaknya untuk menjauh dari ajaran seperti ini, maka gagal lah seluruh keluarga ini,” imbuh Gus Islah.***