Hanya tinggal menghitung hari warga Kota Bandung berada di bilik suara pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 2004-2029 tepatnya hari Rabu, 27 November 2024. Serentak dengan pemilihan kepala Daerah lain di seluruh Indonesia.
Bagi sebagian orang paslon-paslon sekarang tidak begitu menarik sejak tahun 2013, paska Ridwan Kamil jadi orang nomor satu di Kota Bandung, ini untuk tidak menyebut Pilkada kali ini rasa pilkades. Kandidat yang diharapkan publik seperti masih beromantika pada masa Ridwan Kamil, yang mana dengan harapan bisa memperbaiki Kota Bandung.
Namun pada saat itu RK tak berlanjut pada periode berikutnya, memang bagi banyak pihak di Kota Bandung tidak selalu diasosisikan pada bayang-bayang kepemimipnan RK, yang mana RK pada saat itu ia langsung melenggang ke tahta gubernur Jawa Barat, dan kali ini, pada saat yang sama RK sedang mengadu nasib jadi di DKI Jakarta untuk jadi gubernur.
Terlepas dengan minus harapan dari sebagian orang itu, juga banyak orang pun tak jadi obsesi sperti kepemimpinan RK. Namun ada pemandangan yang menarik dalam kontestasi politik Kota Bandung tahun ini. Menjadi menarik karena semua kandidat melakukan sowan atau Silaturahmi ke kantor PC NU Kota Bandung. Dalam lanskap pemberitaan publik, yang mana tidak semua kantor ormas Islam yang ada di Kota Bandung didatangi para paslon calon Wali Kota atau calon Wakil Kota itu.
Periode kali ini sepertinya agak berbeda dengan tradisi sebelum-sebelumnya, kali ini para kandidat sowan dan silaturahmi politik ke kantor pengurus cabang NU (PC NU), bahkan PC NU tak menampik menerima semua paslon-paslon tersebut, ini menunjukkan bagi para pengantin politik, sepertinya belum sempurna jika belum sowan ke para elit di PC NU.
Tentu kedatangan para Paslon Politik tersebut bukan suatu kebetulan, seperti berada di ruang kosong, mereka datang pasti sudah di olah para pemain politik yang notabene, bisa jadi mereka adalah dari sejumlah pengurus atau sebagian warga Nahdliyin, suka atau pun tidak publik menilai begitu, meski kedatangan mereka hanya basa-basi politik yang dibalut dengan istilah silaturrahmi, penilain publik akan kental dikaitkan dengan dukungan politik.
Semua Paslon Merasa Didukung Nahdliyin
Pasangan calon walikota dan wakil wali kota Bandung periode 2024-2029 berjumlah 4 pasang kandidat. No urut 1 Dandan-Arif, 2 Haru-Dhani, 3 Farhan-Erwin, 4 Arfi-Yena. Ke empat pasang calon tersebut sudah bertandang ke kantor PC NU untuk sowan dan silaturahmi politik.
Oleh karena itu dari semua pasangan, secara psikologi poitik, tak heran jika mereka saling klaim merasa didukung NU atau paling dekat dengan organisasi Islam terbesar di dunia ini. Meski sesungguhnya masing-masing kadidat sudah memiliki dukungan resmi atau tidak resmi dari ormas-ormas Islam selain NU.
Seperti pasangan no 2 (Haru-Dhani) memiliki dukungan dari warga Muhammadiyah Kota Bandung secara bulat. Kedatangan mereka ke kantor PC NU pada musim politik seperti saat ini tentu harapan mereka bisa mempengaruhi suara ceruk warga Nahdliyin di Kota Bandung. Dalam politik hal itu tidak ada yang salah dan memang harus demikian berkomunikasi dengan semua pihak, termasuk dengan ormas Islam seperti NU.
Akan tetapi dalam hal preferensi warga Nahdliyin di akar rumput dan elit pengurus di tubuh ormas NU Kota Bandung jelas akan berbeda terkait preferensi politik mereka terhadap para paslon-paslon tersebut.
Pertanyaannya kemana ceruk suara warga Nahdliyin Kota Bandung baik di akar rumput maupun elit pengurus pada Pilwalkot kali ini ? Lalu siapa yang paling rasional dipilih mayoritas warga Nadliyin ini?
Untuk memastikan hal tersebut kita harus melihat peta politik dan maping realitas politik hari ini dan sebelumnya, terutama meneropong kandidat yang memiliki irisan kuat dengan elit pengurus NU dan akar rumputnya. Sehingga, jika meminjam Istilah Thomas Hobbes terjadi keadaan alamiah ( state of nature) dalam tubuh pemilih Nahdliyin secara umum.
Dalam pemilihan Walikota tahun kali ini, ada dua kandidat yang memiliki irisan kultural mau pun struktural secara langsung baik dalam ideologis dan genealogis Nahdliyin.
Preferensi Politik Nahdliyin ke Erwin atau Yena?
Pertama, kandidat calon Wakil Walikota Bandung 2024-2029 adalah H. Erwin sebagai Ketua PKB Kota Bandung dan ia salah satu pengurus struktural NU tepatnya di Lembaga Pagar Nusa PC NU Kota Bandung. Kedua, calon Wakil Walikota Bandung 2024-2029, ialah Hj. Yena Iskandar Ma’soem adalah putri dari tokoh NU Jawa Barat KH. Nanang Ma’soem (Alm).
Kedua kandidat tersebut autoplay memainkan politik masing-masing dalam mengambil hati selera pemilih warga NU Kota Bandung secara khusus. Meski para elit-elit NU di Kota Bandung, dalam penilaian publik, mereka sudah paham kemana arah para elit tersebut berlabuh. Meski persfektif politik merka tidak pernah linear antara arus yang berada di bawah dalam soal yang satu ini.
Alih-alih tidak pernah sama dalam soal preferensi politik, tahun ini agak berbeda, sedikit menggembirakan antara elit-elit pengurus di atas dengan di bawah seperti bersama secara linear mengusung dan mendukung pada salah satu kandidat, mereka Bersatu untuk memilih yang memiliki irisan langsung dengan NU.
Pertanyaan apakah ceruk warga NU Kota Bandung berlabuh kepada pasangan calon nomor urut 3 atau 4, yang mana keduanya memiliki irisan kuat dengan NU.
Beberapa sumber yang dapat dipercaya bahkan dari sumber dari ring 1 elit-elit NU di Kota Bandung menyebut, bahkan dari hasil penelurusan diskusi-diskusi warung kopi dan beberapa wawancara di banyak pengurus MWC, dan Ranting-ranting mayoritas preferensi politik baik di atas maupun arus bahwa sudah punya sikap kecenderungan selera politik mereka kali ini ke Paslon nomor urut tiga ( Farhan-Erwin ), sedangkan pada paslon nomor urut empat (Arfi-Yena) yang memiliki irisan sama dengan NU, dukungannya cenderung melemah.
Salah satu faktor melemahnya dukungan Nahdliyin terhadap paslon nomor urut empat, diakibatkan mandeknya komunikasi politik yang dibangun tim paslon empat, baik di kalangan elit dan kalangan alit, mengakibatkan preferensi politik warga Nahdliyin Kota Bandung tidak terolah dengan baik dan solid, sehingga ceruk Nahdliyin pada pase pertama banyak yang wait end see terhadap paslon ini dan pada pase akhir mereka lebih solid pada paslon Farhan-Erwin.
Mengapa demikian, banyak faktor selera politik warga Nahdliyin berlabuh ke paslon nomor urut tiga ini, bukan ke paslon nomor urut empat. Secara logis memang masuk akal jika mayoritas warga Nahdliyin Kota Bandung memilih pasangan Farhan-Erwin, karena adanya ikatan struktur yang kuat dengan Calon Wakil Wali Kota (H.Erwin). Terlebih pasangan nomor urut tiga ini memiliki elektabilitas paling tinggi 34,5 persen di banding dengan paslon nomor urut empat hanya 14,5% berdasarkan survei resmi Charta Politika yang dirilis pada akhir September lalu, tentu ini pula yang menjadi pertimbangan rasionanl preferensi warga Nahdliyin lebih cocok terhadap pasangan kandidat Farhan-Erwin.
Selain punya ikatan emosi secara ideologis dengan Calon wakil wali kota ( Erwin ) dan juga beberapa tokoh-tokoh Nadliyin di Kota Bandung yang berada pada struktur PKB mereka jadi Tim pemenangan Paslon nomor urut tiga. Maka dengan itu komunikasi politik pasangan nomor tiga lebih cair, karena sudah di bangun cukup lama dan dipelihara dengan baik, meski ada beberapa kelemahan komunikasi politik mereka dengan warga Nahdliyin di arus bawah, tapi realitas politik berada kelitannya warga Nahdliyin berada di Paslon nomor urut tiga (Farhan-Erwin).
Tentu politik selalu dinamis sampai detik-detik akhir pencoblosan. Tulisan ini hanya analisa poltik pribadi, berdasarkan analisa dan data serta fakta di lapangan sebagai warga Nahdliyin yang melihat dari prilaku politik elit dan akar rumput warga Nahdliyin Kota Bandung dalam preferensi politik mereka beberapa bulan terkhir ini. Di bilik suara semua tidak ada yang tahu hendak siapa yang mereka akan coblos, hanya Tuhan dan dirinya yang tahu. Wallahu ‘Alam. []
Penulis : WS Abdul Aziz, pegiat NU Kota Bandung dan sekretaris di Forum Jurnalis Jabar