BANDUNG, berebeja.com – Kantor Kelurahan Sukamiskin Kecamatan Arcamanik Kota Bandung direncanakan akan melakukan pembangunan Kantor baru dengan menelan anggaran sebesar 7 milyar Rupiah. Bagi banyak pihak dengan besaran anggaran tersebut bisa dibilang sangat fantastis.
Menjadi pertanyaan, apakah rencana pembangunan tersebut sudah melakukan perencanaan yang matang, atau setidaknya disosialisaskian kepada masyarakat atau para ketua RW di Kelurahan Sukamiskin secara massif khususnya ketua RW 01 Simpangsari. Jika belum, ini sangat disayangkan.
Pembanguan dengan menggunakan anggaran pemerintah, bila miskin perencanaan akan berdampak negatif terhadap kinerja pemerintahan terlebih akan berdampak buruk pada aspek kehidupan dan kegiatan masyarakat sekitar.
Mengingat kantor kelurahan yang lama sepetinya masih layak digunakan untuk melayani kegiatan masyarakat. Mempertahankan bangunan yang lama akan jauh lebih bagus, terlebih Kantor tersebut memiliki nilai historis, khususnya bagi kehidupan bermasyarakat di Kelurahan Sukamiskin dan punya aspek kesejarahan secara umum bagi Indonesia.
Dalam kesejarahannya Kelurahan Sukamiskin dibangun atas prakarsa masyarakat, yang dibiayai dengan dana swadaya masyarakat dari sumber dana masyarakat, yang dulu tanpa ada dukungan dari pemerintah. Pembangunannya dengan swakelola tanpa melibatkan pihak ke tiga seperti kontraktor dan sejenisnya.
Jika dilihat dari sudut pandang sosial-budaya penduduk di Kelurahan Sukamiskin dihuni dua kelompok masyarakat. Modern dan tradisional, jadi secara logis kedua kutub masyarakat ini menyediakan kebutuhan masyarakat tradisi maupun modern.
Seperti mereka mengadakan hajatan, kegiatan keagamaan dan sejenisnya sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial budanya.
Jadi, Kantor Kelurahan Sukamiskin selain sebagai aktifitas kantor pemerintahan, bagi masyarakat setempat sangat diharapkan bisa dijadikan Gedung Serba Guna untuk kegiatan masyarakat setempat.
Dengan demikian pembangunan kantor kelurahan tersebut tidak boleh serampangan atau tergesa-gesa sebelum mengadakan sosialisasi secara intensif dengan masyarakat setempat, yang sudah lama memiliki akar tradisi dan sosial yang mereka lakukan.
Meski demikian pembangunan tersebut masih belum dirasa perlu atau jadi kebutuhan mendesak setidaknya sampai saat ini. Namun bila dipaksakan pembangunan itu harus memiliki perencanaan yang matang dan ligitimasi tentunya, bahkan tidak hanya legitimasi formal tapi legitimasi ptblik secara sosial dan kultural.
Secara etik dan estetik pada dasarnya pembangunan tersebut masih bisa dilkasanakan pembangunannya di lahan yang masih kosong. Bukan pada bangunan lama yang sudah memiliki kesejarahan panjang dengan masyarakat setempat.
Bila demikian Ini akan melukai masyarakat secara etik dan kesejarahan mereka. Kalau kekeuh dengan kemauan pemerintah, ini kepekaan nurani aparat pemerintahan bisa dipertanyakan publik.
Jika dilihat kenyataan rakyat itu kecil kian hari semakin tidak ada perhatian serius dari pemerintah. Diperparah pada situasi saat ini kebutuhan bahan pokok harganya semakin melambung tinggi, seperti beras dalam beberapa hari terakhir sangat langka di pasaran mengakibatkan harga beras sulit dijangkau masyarakat kecil.
Dalam kondisi psikologis masyarakat demikian sangat memperihatinkan di satu sisi, namun alih-alih keprihatinan yang terjadi pada kondisi masyarakat dipihak lain pemerintah khususnya pemerintah yang berada dilingkungan Kelurahan Sukamiskin seperti yang absen soal kepekaan tersebut.
Dengan demikian pembangunan kantor kelurahan tersebut tidak boleh serampangan atau tergesa-gesa sebelum mengadakan sosialisasi secara intensif dengan masyarakat setempat, yang sudah lama memiliki akar tradisi dan sosial yang mereka lakukan.
Meski demikian pembangunan tersebut masih belum dirasa perlu atau jadi kebutuhan mendesak setidaknya sampai saat ini. Namun bila dipaksa pembangunan itu harus memiliki legitimasi tentunya, tidak hanya legitimasi formal tapi legitimasi masyarakat secara sosial dan kultural. ***
Penulis adalah Tata Setiawan, SE. (Politisi Senior Partai Hanura Kota Bandung)