Bandung, berebeja.com – Sumber laporan media mainstream Barat menyebutkan, dalam tiga hari saja, serangan udara Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 28 orang, termasuk militan senior Palestina, serta anak-anak berumur 4 tahun. Masih menurut sumber Barat bahwa militansi Palestina di Gaza telah menembakkan lebih dari 600 roket ke Israel, menewaskan satu orang, sirene dinyalakan sebagai peringatan sejauh utara kota pesisir Tel Aviv dan mengirim puluhan ribu warga Israel ke tempat perlindungan bom.
Kebakaran paling kejam dalam beberapa bulan antara Israel dan militan Palestina di Gaza telah mengadu domba militer Israel melawan Jihad Islam, kelompok militan terbesar kedua di Gaza setelah Hamas, demikian melansir sumber-sumber Media Barat.
Alih-alih perlawanan Jihad Islam terhadap serangan Israel tersebut yang sudah menelan korban itu, Hamas, kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza, telah menolak perlawanan yang dilakukan Jihad Islam. Saat mencoba mengendalikan konfliknya dengan Israel dan meningkatkan kualitas hidup yang menyedihkan bagi 2 juta warga Palestina yang berada di bawah kendalinya, akan tetapi Hamas membiarkan kelompok Jihad Islam yang lebih kecil memimpin, seperti yang terjadi pada pertempuran serupa musim panas lalu .
Mengenal Jihad Islam Palestina
Jihad Islam Palestina (PIJ) adalah salah satu faksi bersenjata Palestina yang paling penting ditelisik namun paling sedikit dipahami oleh banyak kalangan, baik dari segi sejarah maupun ideologinya. Jihad Islam Palestina dilabeli sebagai organisasi teroris oleh AS dan Uni Eropa, organisasi ini telah berkembang menjadi gerakan bersenjata terbesar kedua di Jalur Gaza dan terbesar ketiga di Wilayah Pendudukan Palestina.
Seperti Hamas yang lebih besar dan lebih kuat, Jihad Islam Palestina dibentuk pada 1980-an sebagai gerakan Islam radikal untuk melawan pendudukan Israel di Gaza.
Pendirinya, adalah Fathi Shikaki, seorang Palestina yang terinspirasi oleh Revolusi Islam di Iran, berusaha untuk menarik kaum nasionalis Palestina yang kecewa dengan sekularisme dan kaum Islamis yang kecewa dengan apa yang mereka lihat sebagai gerakan moderasi Ikhwanul Muslimin pan-Arab, kata Erik Skare, seorang penulis yang di kutip dari sebuah buku tentang sejarah kelompok Jihad Islam Palestina dan peneliti di Universitas Oslo.
Setelah pemberontakan Palestina pertama pada akhir 1980-an dan awal 90-an, Organisasi Pembebasan Palestina memulai pembicaraan damai dengan Israel yang mengarah pada pembentukan Otoritas Palestina semi-otonom di beberapa bagian Tepi Barat dan Gaza. Baik Hamas maupun Jihad Islam menolak gagasan pembicaraan damai dan sebaliknya tetap bersumpah untuk menghancurkan Israel. Sangat lemah dalam penumpasan brutal Israel dalam pemberontakan pertama, Jihad Islam kemudian bangkit kembali selama pemberontakan Palestina kedua pada tahun 2000- 2005, karena mengatur bom bunuh diri di klub malam Tel Aviv dan serangan lainnya.
Alih-alih terlibat dalam pemilu Palestina atau memperhatikan kesejahteraan sosial seperti yang dilakukan Hamas, Jihad Islam tetap berfokus pada memerangi Israel. Kelompok itu juga mempertahankan kehadirannya di Tepi Barat yang diduduki, di mana para militannya telah menyerang warga sipil Israel dan memerangi tentara ketika kekerasan di wilayah itu melonjak ke ketinggian yang tak terlihat dalam dua dekade.
Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia yang telah menyepakati demokrasi sebagai jalan terbaik kehidupan politik kita di bawah landasan UUD 45 dan Pancasila. Oleh karennya kehidupan berbangsa yang sudah damai ini, harus senantiasa kita rawat dan dijaga, agar tidak terjadi kelompok-kelompok atau faksi-faksi yang berpihak pada kekerasaan atas nama agama dan jihad, sehingga tidak melahirkan kelompok-kelompok radikalis dan jihadis seperti di negara-negara muslim lain yang mana di berbagai wilayah melonjak pertikaian terjadi sesama agama dan sesama anak bangsa.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber – Credit : Redaksi berebeja.com